Sepuluh Tahun Lalu
Teruntuk adik-adikku.
Aku sedang membereskan kamarku saat aku melihat foto itu. Fotoku dan adik-adikku yang perempuan semua.
Hari itu senja, kami sedang berlari-lari di pantai seusai puas membuat istana pasir dan mengubur satu sama lain; hal yang selalu kami lakukan tiap kali berlibur ke pantai seperti itu. Tekstur pasir yang lembut membuat kami lupa waktu. Ayah dan Ibu pun memanggil-manggil kami untuk segera pulang, namun seperti anak-anak lain, kami membangkang dan malah berlari sejauh mungkin dari mereka.
Saat itulah Ayah dengan kamera di tangannya memfoto kami. Aku ingat sekali, saat itu adikku yang pertama baru saja berulang tahun yang keenam. Aku lebih tua 3 tahun darinya, dan Tata, si bungsu, berusia 4 tahun.
Itu sepuluh tahun yang lalu. Tanpa sadar, air mataku menetes sedikit demi sedikit.
Hari ini aku akan pergi dari rumah. Menuntut ilmu menuju negeri yang jauh. Siapa sangka, sepuluh tahun akan terasa begitu cepat? Rasanya dulu aku masih anak kecil yang tertawa-tawa saat melihat foto itu. Kini aku menangis... menangis karena harus berpisah, menangis karena tahu dengan aku yang semakin dewasa, artinya adik-adikku pun sudah bertambah usia.
Aku pun berhenti dari kegiatanku saat itu - bukan, bukan berhenti, aku tidak mampu melanjutkannya. Rasanya baru kemarin aku marah-marah sama adik karena mereka ngacak-ngacak kamarku. Rasanya baru kemarin adikku nangis karena aku cubit keras-keras waktu aku marah. Rasanya semuanya baru kemarin, baru sebentar.
Adik-adikku kini sudah menginjak kepala satu. Tentunya kami tidak akan lagi bermain-main pasir seperti dulu, bagi kami itu permainan anak kecil. Tapi diam-diam... diam-diam aku begitu rindu dengan itu semua.
Aku rindu mempunyai quality time dengan mereka.
Dan saat itu, adik-adikku masuk.
"Kak, Tata ditembak lo Kak!"
"Ssst Kakak jangan gede-gede ngomongnya, Tata malu tau!"
Aku mengulum senyumku. Adik-adikku memang sudah besar.
"Oh iya? Itu yang lama ke mana? Itu siapa sih tuh namanya..."
Comments
Post a Comment