mengunjungi yang pergi

Selalu miris mengingatnya; rumahku adalah yang terdekat di antara teman-temanku dengan tempat peristirahatan terakhirnya, tapi tidak sekalipun aku pergi ke sana lagi setelah prosesi pemakaman berbulan-bulan lalu. Aku juga hampir tidak pernah mendengar teman-temanku mengunjunginya, sekalipun kami sering membicarakan tentangnya dan kerinduan kami, sampai akhir-akhir ini. Minggu ini teman-temanku pergi ke sana; mungkin untuk bercerita bagaimana keadaan saat ini, atau mengucap rindu padanya, atau mungkin sekedar ingin mengelus nisannya yang sekarang sudah berupa batu dengan namanya yang terpampang besar itu... aku tak tahu. Yang jelas teman-temanku seperti bahagia, akhirnya dapat pergi ke sana setelah sekian lama. Mungkin dengan melakukannya, mereka dapat merasakan kehadirannya kembali... walau sebentar saja.

Lalu mengapa aku tidak ke sana?

...berat. Sungguh.

Aku tidak ingin menangis saat mengunjunginya, ia harus bahagia, dan untuk itu ia harus tahu bahwa kami baik-baik saja setelah segala kejadian itu... walau sebenarnya tidak. Aku tidak tahu apa di sana ia dapat melihat apa yang kami lakukan; setidaknya di dekat nisannya, tapi apabila itu yang terjadi, sungguh aku akan benar-benar menyesal apabila ia harus melihatku menitikkan air mata. Dan jujur saja, aku merasa belum mampu untuk tidak melakukan itu. Aku sudah mengikhlaskannya, tapi untuk menjadi tegar nyatanya tidak semudah itu. Apa memang inilah yang dirasakan orang-orang yang kehilangan?

Kadang aku masih memandang foto kami; aku, dirinya, dan teman-temanku, dan berpikir bahwa tidak pernah sekalipun kubayangkan semua akan menjadi seperti ini. Mataku selalu berhenti saat melihat dirinya dan senyumnya, berandai-andai akan bagaimana jadinya apabila dia masih ada di sini. Iya, di sini bersama kami dengan wajah ramahnya yang tidak pernah tidak menghiasinya itu.

Inilah takdir yang terbaik. Aku percaya itu. Tuhan pasti menggariskan hal ini karena suatu alasan. Alasan apa, aku belum begitu paham. Mungkin agar kami lebih menghargai, memperhatikan, dan menyayangi apa yang tersisa dengan sepenuh hati. Mungkin agar kami ingat bahwa Tuhan Maha Pengatur, Tuhan Maha Kuasa. Mungkin agar kami menjadi lebih kuat dan tegar dari sebelumnya. Mungkin, mungkin, mungkin. Aku tak tahu pasti. Semua hal yang kusebutkan tadi mungkin saja kami dapatkan dengan cara yang lain, tapi Tuhan memilih jalan ini. Allah memilih jalan ini baginya dan bagi kami, jadi ini pastilah yang terbaik.

Ia berarti untukku. Sungguh. Dan aku, sekali lagi, aku percaya inilah yang terbaik.

Tapi entah mengapa, rasanya masih sulit melangkahkan kakiku menemuinya. Mungkin karena kalau aku melakukannya kini, aku tidak akan lagi disambut dengan tawa cerianya; melainkan oleh sebuah batu nisan dingin tempat namanya terpahat rapi. Nama yang akan selalu membuat kenangan-kenangan manis terputar berulang kali di kepalaku.

Tentu, aku akan ke sana suatu saat nanti. Mungkin tidak akan dalam waktu dekat, tapi aku akan ke sana.

Semoga saja, walau aku belum juga mengunjunginya, ia akan tetap tahu...

Aku menyayanginya selalu. Kami menyayanginya selalu.
----------
...kangen, cha...

Comments

Popular posts from this blog

Favourite Scenes in Meet the Robinsons!

20 Tips Bermain Ameba Pigg

Pigg, Apaan Tuh?