Posts

Showing posts from 2015

mengunjungi yang pergi

Selalu miris mengingatnya; rumahku adalah yang terdekat di antara teman-temanku dengan tempat peristirahatan terakhirnya, tapi tidak sekalipun aku pergi ke sana lagi setelah prosesi pemakaman berbulan-bulan lalu. Aku juga hampir tidak pernah mendengar teman-temanku mengunjunginya, sekalipun kami sering membicarakan tentangnya dan kerinduan kami, sampai akhir-akhir ini. Minggu ini teman-temanku pergi ke sana; mungkin untuk bercerita bagaimana keadaan saat ini, atau mengucap rindu padanya, atau mungkin sekedar ingin mengelus nisannya yang sekarang sudah berupa batu dengan namanya yang terpampang besar itu... aku tak tahu. Yang jelas teman-temanku seperti bahagia, akhirnya dapat pergi ke sana setelah sekian lama. Mungkin dengan melakukannya, mereka dapat merasakan kehadirannya kembali... walau sebentar saja. Lalu mengapa aku tidak ke sana? ...berat. Sungguh. Aku tidak ingin menangis saat mengunjunginya, ia harus bahagia, dan untuk itu ia harus tahu bahwa kami baik-baik saja setelah segala

(Jadilah Seperti) Cemara

Anganku setiap harinya, adalah menjadi seperti cemara tanpa mengeluh ia naungi sekitarnya dengan rimbun daunnya seberat apapun rintik embun yang harus ia pikul di antaranya; dengan sepenuh hati, ia lindungi sekelilingnya, karena selamanya, ia adalah teduh cemara adalah teduh. Harapku setiap saat, adalah menyerupai cemara tetap tegap ia menjulang sesering apapun angin mengusiknya; hidupnya seakan diisi keinginan kuat, untuk terus tumbuh mengamati hari yang baru menikmati setiap waktu bersama bumi, hujan, dan mentari; yang mungkin, adalah alasannya untuk tetap bertahan. Ia adalah kekuatan, cemara adalah kekuatan. Citaku setiap waktu adalah menjelma menjadi cemara tiada sesuatupun yang dapat mengubahnya sesulit apapun badai yang menghampirinya; ia adalah hijau ia adalah  evergreen . Jadilah teduh, jadilah kuat, jadilah bertahan ... jadilah seperti cemara.

selamat jalan, kesayangan

Waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin, setahun lalu itu. Saat itu, kami ber duapuluhdua akan menghadapi ujian akhir pertama kami. Saat itu, kami baru mulai saling mengenal, namun canda tawa sudah memenuhi kelas kami setiap harinya. Saat itu, senyum-senyum kami pajang lebar sekali. Senyummu menjadi salah satunya. Senyum kamu, yang tidak pernah menyinggung kami, yang memerhatikan kami semua dengan sepenuh hati... kadang kamu bahkan lebih mementingkan kami daripada dirimu sendiri. Aku sendiri belum pernah bertemu orang sebaik kamu, flawless . Perfect . Kita semua nggak tahu apa kekurangan kamu. Sifat yang kayak malaikat, pintar di segala bidang, paras yang cantik, shalehah luar biasa, dan senyum yang selalu mengembang. Kami semua kagum sama kamu. Kami semua sayang sekali sama kamu. Tak pernah terbayang di benak kami, harus kehilangan secepat ini. Kelas bakal beda, kamu tahu. Kami semua bakal beda. Aku bakal kangen luar biasa. Nggak, nggak, aku udah kangen. Tapi kami ( harus )

Bangunlah, Bangun

Bangunlah, bangun Bukankah kamu dapat mendengar kami, yang rintik-rintiknya mengaliri pipi Sebagaimana kami masih dapat mendengar tawa riangmu celetukanmu... Suaramu, kami rindu suaramu Bangunlah, bangun Tidakkah kamu dapat merasakan kehadiran kami? Kami selalu ada di sisimu untukmu sebagaimana dulu kamulah yang berlaku seperti itu; kami tidak siap kehilangan senyummu, dengan matamu yang menyipit itu atau pipimu yang memerah jelas saat kamu lelah setelah banyak bergerak Ekspresimu, kami rindu ekspresimu Bangunlah, bangun Kami percaya kamu kuat terima kasih telah bertahan hari-hari ini maafkan kami masih memintamu di saat kami sudah meminta begitu banyak maafkan kami karena setelah semua itu, kami belum memberi banyak Kembalilah, akan kami balas segala kebaikanmu Bangunlah, bangun Kami rindu akanmu Kami sayang padamu. Untuk cha, kita semua percaya kamu bisa

Mendung

Langit mendung dan aku hanya bisa termenung menunggunya terhapus butiran hujan yang cepat atau lambat akan jatuh sementara aku terdiam di sini tersenyum aku harus tersenyum aku hanya bisa tersenyum. Hujan turun dan aku hanya bisa berteduh langit tidak ingin sebagian dirinya yang jatuh membasahiku tapi percayalah aku juga diam-diam melebur; langit menangis, dan begitu pula aku sekalipun aku memang tidak paham banyak. Tapi, aku  harus tetap tersenyum karena aku hanya bisa tersenyum. Awan kembali putih salju, dan mentari ditunjukkan langit untukku seakan semuanya sama, seakan ia ingin aku ingat, aku tidak dilupakannya. dan aku tersenyum; hanya bisa tersenyum. Ad

Bertemu

mungkin kami layaknya awan-awan di langit yang bertemu untuk berpisah menjadi rintik-rintik; perpisahan yang seakan tidak mengenal pertemuan kembali. atau mungkin kami seperti riak air yang mengalir menuju anak sungai yang membiarkan kami mengarungi cerita sendiri-sendiri. namun aku selalu percaya, sebagaimana air hujan pada akhirnya akan menguap untuk bergumul kembali dan air-air sungai itu, yang selalu bermuara pada satu titik, suatu saat nanti, kami akan berpadu; bersatu yang bahkan lebih, jauh lebih lekat dari sebelumnya. ya, aku selalu percaya, takdir menyimpan waktu terbaik bagi kebersamaan kami, sehingga kami akan ditemani kisah-kisah  dan canda tawa di antara kopi dan teh yang kami hirup lekat-lekat. sungguh beruntung untukku, saat menyenangkan itu adalah kali ini . untuk raf untuk far :)

Langkah Awal Meraih Cita: Kilas Balik OSN 2015

Image
"Ini adalah langkah awal meraih cita. Jangan sampai berhenti menjadi yang terbaik untuk bangsa." - Video Kilas Balik OSN 2015 Di penutupan OSN kemarin, sebelum pengumuman medali, ditayangkan sebuah video kilas balik. Aku pernah menulis soal pengumuman di sini sebelumnya. Di tulisan itu, aku bilang, video kilas balik adalah apa yang membuat peserta OSN sedikit tenang. Bagaimana tidak? Video itu, khususnya bagian tengah, diisi dengan video-video tingkah lucu kami. Melihatnya saja sudah membuat kami tertawa, apalagi ditambah ketegangan kami. Dan... bayangkan saja kalau sampai wajah kita yang ada di video itu. Bagaimana dengan aku? Wajahku masuk! Saat aku melihat itu, aku segera terbahak. Wajahku yang sedang tertawa di-close up... aku ingat sekali pengambilan video itu; saat itu, aku, kontingen Jawa Barat, dan Kak Tulus, peserta OSN Biologi dari Kepulauan Riau, sedang menunggu untuk bisa masuk ke Candi Prambanan. Kami sedang asyik mengobrol saat seorang w

:perpisahan

"Kamu inginnya bagaimana?" Dia selipkan kelima jarinya ke sela-sela jemariku. Lalu, dia eratkan. "Seperti ini," dia jawab. Lirih, seolah malu jika sampai terdengar. Aku menarik napas panjang. Tidak berkata apa-apa. Tapi genggamanku, aku eratkan. "Kenapa tertawa?" "Karena ini sedih," sahutnya segera. "Sedih?" mataku membesar. "Sedih," ulangnya. Dia menatap tangan kami yang saling bertautan. "Orang lain punya tanggal awal." Aku diam. Membiarkan dia melanjutkan. "Kita punyanya tanggal akhir..." Suaranya tercekat. Aku tersenyum saja. "Sedih, kan?" Dia menatap mataku. Meminta persetujuan. "Iya, kan?" Aku masih tetap tersenyum. Sedih? Ini adalah kisah tersedih dari yang paling sedih. ( Satu Keping , Sri Izzati) -------------------------------------- Orang lain punyanya tanggal awal, kita punyanya tanggal akhir... Tanggal perpisahan. Perpisahan yang mungkin tidak mengenal pertemuan kembali , pi

Pulang

Untuk dua puluh empat. Kuhirup udara kotaku lekat-lekat; satu minggu telah berlalu hingga kupijakkan kembali kakiku di stasiun ini di tanah ini kupejamkan mataku sejenak, mengingat apa yang baru saja kulewati tanpa sesuatupun dapat mengganggu; tidak dengan hiruk pikuk stasiun yang selalu saja sibuk, dan tidak pula dengan suara sanak saudara yang saling melepas rindu. Semuanya berkelebat dengan cepat di pikiranku, seperti teater mimpi yang kami pasang tinggi-tinggi pada hari pertama rasa takut yang kami bagi pada hari-hari berikutnya kebahagiaan yang terpancar jelas dari wajah kami saat berpergian bersama; sungguh, betapa ingin aku kembali ke sana walau sebentar saja. Kubuka mataku untuk memandangi orang-orang di sampingku, yang wajahnya ada pada setiap kenangan yang kulihat tadi ingin sekali aku habiskan waktuku bersama mereka, satu hari satu jam satu menit lagi saja. ( Dan orang itu. Dan orang itu . Seseorang yang menyadarkanku dari lamunanku, untuk pamit pergi terlebih dahulu... terl

OSN 2015: Berjuta Cerita

Image
Pulang ke kotamu  Ada setangkup haru dalam rindu Masih seperti dulu   Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna   Terhanyut aku akan nostalgi Saat kita sering luangkan waktu   Nikmati bersama   Suasana Jogja   Di persimpangan langkahku terhenti Ramai kaki lima   Menjajakan sajian khas berselera   Orang duduk bersila   Musisi jalanan mulai beraksi  Seiring laraku kehilanganmu   Merintih sendiri   Ditelan deru kotamu...   Walau kini kau telah tiada tak kembali Namun kotamu hadirkan senyummu abadi Ijinkanlah aku untuk selalu pulang lagi Bila hati mulai sepi tanpa terobati Lirik lagu Kla Project - Yogyakarta ini membuatku kembali mengenang masa semingguku di Yogya, baru saja minggu lalu untuk Olimpiade Sains Nasional 2015. Mimpiku sejak dulu, yang ternyata menyimpan mimpi yang lebih besar lagi. Aku sudah lama sih, tau lagu ini. Tapi saat aku berkesempatan menyaksikan Kla Project secara live di kota yang menjadi j

((rasanya seperti memilih antara kopi atau teh))

"Jangan visualisasikan menangnya, tapi ngasih usaha yang terbaiknya." Kira-kira itu yang pembinaku bilang tadi, pas ngebicarain tentang OSN. Yep, aku pernah nulis kan, tentang kelolosanku ke OSN? Hehe. Tahun ini, olimpiade itu dilaksanakan 18-24 Mei, yang artinya... tinggal 9 hari lagi sampai aku mulai berkompetisi. Tegang? Tentu aja. Ketegangan terbesarku, jujur, bukan karena "Gimana kalo nggak menang ya." Yah iya sih, tapi tepatnya, gimana kalo nggak menang ya, aku udah ngorbanin sekolahku sebulan ini . Habis... sebulan ini aku bakalan di luar sekolah karena olimpiade. Di satu sisi, sekolah buatku pentiiiiiing sekali. Iya lah, sebulan nggak masuk di sekolahku resikonya gawat banget. Apalagi, aku aksel. Ulangan yang harus aku susul nanti bakal seabrek banget. Tugas mah nggak usah ditanya lah ya. Sedangkan aku kepengen dapet undangan gitu, yang penilaiannya berdasarkan nilai di sekolah. Jadi, ngorbanin sekolah baru sekali ini jadi pilihanku selama SM

LDF: Long Distance Friendship

"Rian, aku lagi di Bandung lhoo..." Seorang temanku, teman dekatku , meng-sms tadi, membuatku berteriak kegirangan. Gimana nggak? Udah lamaaa sekali sejak terakhir kami bertemu, Oktober 2013 lalu... maklum, kami tinggal di kota bahkan provinsi yang berbeda. Bisa dibilang dari ujung ke ujung pulau malah. Kalau orang mah LDR, aku LDF kali ya. Long Distance Friendship! :) Loh, terus kenalnya dari mana? Hehe ini adalah salah satu hal yang paling aku syukuri karena dikasih kesempatan buat jadi anak olimpiade. Jadiii kita sepelatihan dulu, satu mapel pula. Pelatihannya nggak cuma sekali, dari lima kali aku ikut, aku bareng dia empat kali. Durasinya juga nggak sebentar, setiap pelatihan bisa ngebuat aku "ngilang" dari sekolah dua sampai tiga minggu. Gimana nggak deket coba, ya nggak. Aku selalu senyum tiap kali dapet pesan semacam itu. Iya, sejak aku jadi anak olim, pesan-pesan kayak gitu lumayan sering ada di inbox-ku. Duh, kesannya gimanaa gitu ya hahaha. Yah nggak ser

Mengangkasa

Tak ada yang lebih mengangkasa dibanding  mimpi Aini; mimpi yang ia tulis diam-diam pada setiap balon yang dengan sengaja dilepaskannya agar mengarungi langit entah di kala biru atau abu. Sungguh, tak ada yang lebih mengangkasa dibanding mimpi Aini sebagaimana orang itu , yang menyimpan mimpi pada tiang-tiang yang ia bangun setiap waktu; tiang-tiang tak terlihat penyangga langit, penyangga mimpi Aini! Dan kini, balon-balon yang diterbangkan Aini dalam gelak tawa yang disisipkan di antara harapan telah mendarat pada tiang tak terlihat itu, mendekatkan mimpi dua manusia, menyatukan asa dan harapan mereka, menuju pencapaian yang kini di depan mata. Dan tidak seperti dulu, kali ini mereka tidak akan berjuang sendirian. H-3 minggu! Yang terbaik, yang terbaik, yang terbaik. Bismillaah aamiin!

Lolos OSN: Kebahagiaanku, Alhamdulillaah!

Adriana, kamu lolos! Saya juga! Aku baru saja bangun di pagi buta, bermaksud untuk melihat jam dari handphone-ku. Itu sekitar jam 4 kurang. Saat aku buka... terdapat sebuah notifikasi dari Facebook. Seorang temanku mengirim pesan dan foto. Sepenggal kalimat itu cukup membuatku terdiam. Kaget. Gimana nggak? Lolos ke Olimpiade Sains Nasional atau OSN tingkat SMA bidang Biologi itu... impian yang hidup setiap hari di diriku sejak setahun lalu. Oke... OSN 4 tahun ini menjadi salah satu penyumbang terbesar warna-warni hidupku. Pas aku kelas 8 SMP dulu, aku dikasih kesempatan buat jadi finalis. Masih finalis, belum medali :) aku sempet drop di situ, apalagi setelah aku mulai belajar olim SMA. Pikiranku saat itu, aku udah nyia-nyiain kesempatanku dapet medali di SMP. OSN SMA tingkat kesulitannya jauuuuuuuh di atas OSN SMP! Tapi setahun lalu, alhamdulillah, aku dikasih kesempatan buat maju ke OSN tingkat provinsi. Saat itu, aku masih kelas 9, dan satu-satunya kelas 9 di perlombaan. Mak

Oh Allah! I Told You

Oh Allah! I told You I'm in pain You said: "Do not despair of the mercy of Allah." (Al-Qur'an 39:53) I told You nobody knows what is in my heart You said: "Verily, in the remembrance of Allah do hearts find rest." (Al-Qur'an 13:28) I told You many people hurt me You said: "So pardon them and ask forgiveness for them." (Al-Qur'an 3:159) I told You I feel I'm alone You said: "We are closer to him than (his) jugular vein." (Al-Qur'an 50:16) I told You my sins are so many You said: "And who can forgive sins except Allah?" (Al-Qur'an 3:135) I told You do not leave me You said: "So remember Me; I will remember you." (Al-Qur'an 2:152) I told You I'm facing a lot of difficulties in life You said: "And whoever fears Allah, He will make for him a way out." (Al-Qur'an 65:2) I told You oh Lord! I need hope You said: "Indeed, with hardship (will be) ease." (Al-Qur'an 94:6) I t

Hope

Hope. It should be the thing that brings us forward, right? But what if hope, is also the reason why we can't stop worrying? What if it is also why we can barely focus on other thing, which actually is also important, which is also another part of our life goals. I had hope. And I still have hope today, despite the fact that it is killing me inside. I can't stand seeing myself failing because of this hope inside me. I just can't. Or maybe I actually can. What I can't stand is probably seeing my loved ones disappointed with my result, with my failing. I can't stand seeing them trying to cheer me up by saying something like "next year will be yours" or "it is only one of uncountable opportunities waiting for you". They encouraged me before, many of them believe I'll get my success, and... it is just so hard for me to see them treating me differently. I sometimes worry, but never this intense. I've never been worried until I don't want t

1%

One per cent. The thing is always insignificant, but affects every life living in the whole world. For example, our financial life depends on what so-called as inflation (or deflation). Every single per cent means new tactics of living, especially for those who aren't lucky. One per cent can also be spectacular, unimaginable, something people always dreamed of. I didn't take a look at any statistics, but who knows? Maybe one per cent is a number that represents people with really genius brains. Maybe there are one per cent of seven billion people who have the IQ above 200. We never know. Bur what if, one per cent is what makes you never get your freedom? Freedom here can mean every thing; in social life, equality, etc. It can also be far nearer to our own self, yet more complex; freedom from our own mind. Well, after all, one per cent is probably what defines people. We always struggle to be the only one; without thinking that isn't always an important thing, and more impor

Ikrar

Hari ini aku bersumpah, dengan disaksikan langit dan bumi akan kukejar apa yang aku gantungkan pada diri sejak lama takkan kuizinkan langkah ini berhenti walau sekejap saja atau kaki ini, yang mungkin lelah saat berlari atau api dalam hati, yang dapat saja padam bila terpaan padaku terasa terlalu kuat Hari ini aku berikrar, atas nama Tuhanku Yang Maha Kuasa akan aku capai apa yang aku harapkan selama ini, harapan yang aku perjuangkan dengan nama-Nya yang kuulang-ulang setiap pagi setiap siang setiap sore setiap malam dan setiap waktu akan aku capai, demi Dia yang tidak pernah meninggalkanku Hari ini aku berteriak pada semesta, dengan mata yang tidak lagi aku pejamkan tiap kali dicaciku telinga yang tidak lagi aku bungkam tiap kali dihinaku mulut yang tidak lagi aku paksa diam tiap kali diremehku Aku akan bergerak, dengan atau tanpa anggukan dari siapapun, karena ini hidupku aku yang menjalaninya, bukan orangtuaku bukan saudaraku, bukan guruku, bukan teman-temanku, apalagi kamu, yang ha
Sesungguhnya beban kita mungkin terasa berat, namun percayalah Allah tidak pernah memberikan ujian yang lebih berat dari kemampuan kita. S esungguhnya beban kita mungkin terasa banyak, namun sesungguhnya Allah Maha Pemberi. Ada banyak berkah yang ada bahkan mungkin setiap saat di hidup kita, hanya saja kita tidak menyadarinya. Sesungguhnya beban kita mungkin terasa tiada habisnya, namun bukankah Allah selalu ada untuk kita? Dialah tempat manusia mengadu, Dialah tempat manusia meminta pertolongan. Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah. Sesungguhnya hanya kepada-Mu lah, kami berharap. Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Manusia dan Mimpi

Aku adalah hal yang banyak orang takuti; kata mereka, aku tidak lebih dari sekadar omong kosong yang menghabiskan waktu, lalu kemudian mereka berlalu, tanpa membiarkan aku menjelaskan apapun dan bersumpah dalam hati mereka, tidak akan pernah lagi mereka menginginkanku Aku adalah benda tak berbentuk; abstrak namun kata orang-orang, aku dapat meluluhkan yang kuat sebagaimana aku dapat menegakkan kepala orang yang merasa lemah, atau tidak punya apa-apa Aku adalah sesuatu yang tidak pernah bisa dilihat; membuat semua orang kadang putus asa marah dan mencampakkanku begitu saja Padahal, mereka tahu pasti bahwa aku akan mengubah hidup mengubah nasib orang-orang yang tetap bersamaku ini adalah sebuah kepastian. Yang mereka perlu... hanyalah sedikit lebih sabar Aku, adalah mimpi yang selalu hidup membara membangun diri dalam hati dan pikiran manusia dan aku bukanlah bencana, sekalipun aku memang membuat takut atau lukisan abstrak, sekalipun aku juga sulit dimengerti atau udara, yang tidak perna