redup (bukan berarti padam)

Sayup-sayup disembunyikan di antara hujan dan adzan;
orkestra yang menjelma menjadi titik balik
seorang manusia yang tempatnya duduk
terhalang tirai kuning.

Sebutir demi sebutir air membasahi pipi, membuat
parasnya awut-awutan,
namun dia tidak peduli, sungguh, tidak peduli
karena yang terpenting untuknya,
apa yang dia petikan selama ini
terbebas sudah; mengalir bersama
barisan panjang air mata.

Sinar lampu yang temaram menidurkannya
dalam bunga-bunga yang tumpah ruah;
seperti mengerti perasaan hatinya
seperti... membimbingnya.

Telah kembali dia dari tidurnya yang panjang,
dari jarum panjang penanda jam yang berputar terus sampai kelelahan
namun tidak membuatnya menapakkan kakinya
menuju apa yang dulu disimpannya matang-matang,
dekat sekali di depan keningnya
agar dia tidak pernah lupa
untuk segera menggapainya.

Telah kembali dia dari hibernasinya,
dari tanah yang menahan beban sampai habis kekuatannya
namun tidak membuatnya tergerak untuk melangkah
menuju apa yang dulu dipikirkannya setiap saat,
dalam setiap euforia ataupun kesedihan
agar dia selalu ingat
untuk lekas meraihnya.

Sayup-sayup disembunyikan di antara hujan dan adzan, sehingga
sebutir demi sebutir air membasahi pipi seorang di balik tirai, yang membuat
sinar lampu yang temaram menidurkannya;
telah mengembalikan jiwanya yang dulu sempat sirna,
mengarahkannya pada
kobaran dalam kalbu yang
mungkin pernah redup,
namun tidak, sekali lagi,
tidak pernah padam.

Comments

Popular posts from this blog

Favourite Scenes in Meet the Robinsons!

20 Tips Bermain Ameba Pigg

Pigg, Apaan Tuh?